BLOG PILIHAN GENERASI LABALA

SELAMAT DATANG DI BLOG INI. TAAN ONEK TOU SOGA NARAN LEWOTANAH. LABALA TANAH TITEN.

Jumat, 25 Oktober 2013

Lero Tou Rae Lewo Labala

Cerpen (Cerita Pendek)

Lero Tou Rae Lewo Labala

Taik dimalu, onek dimara...

Nolo masih rae lewo wa. Sekolah bali. Lera nabe gike. Kotek nabe belara. Lerrehe nuan kae, pelate kae. Kai rae lango tuke. Hoa deko-labu sekolehe, bettuso pe kenate lolo weli nai. Bika sepatu, bettuso pe kenate wewwele lodo.

Inak nai penete do bahe-bahe wa. Kai rae dapu. Geleka keniki-wai. Take-take. Gute wato honi lei, noto limak geleka teti bewojo. Gute wata bettu, lebuso ne wai lette. Buaso. Toto ne sia hena.

Bua waha, napa oho koli, gute belone hau. Turu. Buku-pena goe taoro di belone erit. Lela hala, kode ketuaje. Kenelleke. Padahal waktu disekolah pe, guru tenna-nao kae.

"Pete mela-mela ana. Balik lango, inga lera apuka pe, besso studi (belajar sore di sekolah). Ake lega bei." Ibu guru tenna-nao kame di sekolah nempe.

Ara pe ate ne peduli? Bereun ikara malah bai heka deko-labu sekolehe hala mure. Sekolah lodo wahaka pe, dopu-nange lau tahi. Bereun yang kelas lema-nemu pe, rette ne papan ge londos dore kenolare teti benapa- lukiono.

Turu hogo pe, lera weli koli bauk kae. Koi temen hae pana di lango ae, mete pehe ne buku-pena. Dewa rae be studi balik. Goe di bekeregit. Bai kai studi hala.

"Ketedewa pe, Pak guru absen kae. Mio studi halape, hogo behe pak guru piket pereksa mio," bereun tou mei goe nempe. Naik node betuna.

"Ina goe ooo.." Kode perebun pe onek gere nempe. 

Kabe takut juga. Nolo guru kame di sekolah pe, suka bengnge. Nei kame hukuman aja-belara. Tengngo kame ne kursi kole, betti kame ne kemalu, biha kame ne penggaris. Pokoknya tea kame bo ale sare....

Makanya guru yang suka bengnge gerana di sekolah pe, kame pakewe mi "Jaha-jaha" alias (bengis). Ara susah juga diii. Guru bengnge tite di sekolah waha, balik lapor inak-amak. Ara ate ne peduli? Inak-amak malah sena kalau guru bengnge kame di sekolah.

"Guru bengnge mio nempe supaja mio tobat ue. Ake sama tebajak bei. Mai legaje pe, inga studi," inak perna koda nempe. 

"Rae bengnge juga bai uwe gasi hala bah. Tetula nalan ue hena  di, bengnge-bero kame samakene aho," bereun goe tou pernah protes. Mete tani. Ara ate ne peduli? take-take. Tode tani. Mata wei lebo. Rae bai peroho kame hala. Malahan poke balo mei pake kame. Toumpeee (teganya)...

***  ***  ***

Hogo behe gere sekolah. Guru piket di absen kame. Nae pereksa ate saja yang wia sore bai besso studi hala.

"Ate yang bai beso studi sore hala, pai gere ia kelas ae!" guru piket gare-maje nempe. Reene toupe bela-bela, samakene au peneppe. Wekime ditaku-tede.

"Moe Tue, dari ale wia lera apuka bai beso studi hala?"

"Kai belo wuru, Paaa! Ge remak teti lare lola hau."

"Ah moe pe alasan aja-aja. Wia tenna moe mi ale?" Ama Tue wetika sempat jawab wa pe, kemalu di gere dogela teti tenogel. Ama ene dipeseruduka, tepaka lali lante lolo. 

"Hahahaeetoooo !!" Kame wekka di gekaje. gebba-gebba.

"Gemekki!! Melliii!! Ate geka bali, goe homamo ne kemalu pi." Pak Guru berette kame nempe. Eke tebo melli.

Pereksa piket waha, kirami langsung bubar mai kelas masi-masi, eh dewa tali hukuman bali mure. Onek tou pe geridi-geridi.

"Sekare mio mai hamo-hue doko WC kia. Maro dilae-berete eee?" Guru piket gaha kame nempe.

"he'e Paaa!!" Kame weka jawab hama-hama. Tapi perebbu bele-belure.

Kame di langsung mai hamo-hue doko WC. Wai take, kame mabe mai bekka lali wai mekkate (sumur). Lare ia juga nabe doa-doa. Onek tode geriddi-geridi.

"Guru tou peee. Ge jaha iii," bereun goe narena Kader perebbuna nempe.

"Goe kawaso wa. Tedero ne maguna pe, laiso nodoke weti ne golita,' bereun goe ikara oja guru nempe. Kame di gekaje dore lare. Mete tutu, hi-gewai guru danga-danga.

Kode dore gekaje hena.

"Sekolah dimela-sare ama. Hogobehe ara rua pe, me morip melane. Sekolah dibelola supaya me geleka inak-amak, lewotanah suku ekan," Goe peten nolo inak tenna goe nempe.

Ah te sekolah, jadi ata dike beneten pe, ge susah tuda iiii? Ara tode dore hena, sabar hena. Ata mei mi,"Susa-tudak nolo kia, be sena-sare dore pure."

Makassar, 26 Oktober 2013.

Senin, 07 Oktober 2013

Syair Perang dan Tradisi Memanggil Hujan Orang Labala*

Oleh Muhammad Baran

Ketika nenek moyang Orang Labala hendak berperang dengan musuh, mereka biasanya menyanyikan syair penyemangat. Salah satu syair penyemangat yang sering dilantunkan adalah sebagai berikut:

Ina ama laga doni-watopeni. aho gogo-wawe sigo, nepa lolone ata berekete. Mio molo kame dore. Pilerope , moe menuro mehi, moe goro wore tengene.

Artinya secara harfiah kurang lebih seperti ini:

Ayah-ibu laga doni-wato peni. anjing gogo-babi sigo. Di atas tanah orang-orang pemberani. Kalian (keluar/jalan) lebih dahulu di depan, kami menyusul di belakang. Pilihlah dia (musuh), kau minum darahnya, kau makan dagingnya mentah-mentah.

Perlu diketahui, penyebutan kata-kata dalam syair ini penuh dengan makna simbolik. Bahasa dan kata-kata yang digunakan mencerminkan kepercayaan mereka yang masih animisme dan dinamisme karena belum mengenal agama Islam waktu itu. Hal ini terbukti dengan penyebutan nama-nama batu pusaka/altar persembahan yaitu Nobe lagadoni dan wato peni yang menyimbolkan kekuatan (kukuh). Begitu juga dengan penyebutan nama binatang yang dalam ajaran Islam sangat diharamkan seperti anjing dan babi  yaitu  aho gogo, wawe sigo sebagai perlambang/simbol keberanian orang Labala tempo doeloe.

Ritual Memanggil Hujan

Selain itu,  bila musim kemarau berkepanjangan, masyarakat Labala memiliki tradisi ritual  unik memanggil hujan. Orang labala menyebutnya doko ala. Untuk mengadakan ritual ini, kepala suku beserta beberapa tua-tua adat mendatangi tanjung Leworaja dengan membawa air dan buah kelapa muda untuk disiram di atas tanah sekitar Tanjung Leworaja.

Dalam melakukan ritual ini, kepala suku dan tetua adat  mengucapkan syair untuk memanggil hujan. Adapun syair yang mereka lantunkan adalah sebagai berikut:

Uran lama rongan, uran tuun lore kame. Wai kasa liko, wanga liko kame.  Tapo lama jua bala tolok, tolok tunggaro tunggaro. Wai rusa rongan, renu rewaro-rewaro.

Artinya secara harfiah kurang lebih seperti ini:

Hujan lama rongan, hujan turun basahi kami. Air kasa liko, kuat melindungi kami. Kelapa Lama jua diminum, diminum sampai puas. Air rusa rongan, diminum sampai habis.

Rangkaian syair untuk memanggil hujan ini, penuh dengan makna simbolik. Syair ini berisi pengharapan akan datangnya hujan. Untuk memenuhi harapan mereka, orang labala memanggil hujan di langit dengan menggunakan istilah uran lama rongan dan
 memanggil air dari tanah dengan menggunakan istilah wai kasa liko.

Kedua istilah uran lama rongan dan wai kasa liko  merupakan aplikasi dari keyakinan orang dulu yang mengimani ina-ama lera wulan tanah ekan. Uran merupakan representasi penguasa langit (ama lera wulan) dan wai merupakan representasi bumi (ina tanah ekan). Selain itu, ada juga ungkapan berikutnya yang digunakan dalam syair memanggil hujan di atas yaitu tapo lama jua  dan wai rusa rongan.  Tapo lama jua atau kelapa merupakan representasi dari tanaman/makanan yang dimakan untuk menghilangkan lapar dan wai rusa rongan atau air yang merupakan representasi dari minuman yang diminum untuk melenyapkan dahaga.

Untuk penggunaan istilah Lama rongan dan lama jua  merupakan istilah orang labala jaman dahulu. Apakah istilah lama rongan ada kaitannya dengan suku Lamarongan yang merupakan suku kerabat Raja Labala yang dalam syair Solor watan lema disebut dengan lala labota bala lamarongan? Sampai saat ini saya belum mendapatkan informasi yang akurat, tapi kemungkinan besar ada kaitannya. Begitu juga dengan istilah lama jua, kata jua/jue  ini juga merupakan nama asli dari salah seorang nenek moyang dari suku lamarongan yaitu Jue Jeman. Sedangkan kata lama merupakan makna dari suku yang juga melambangkan suku besar. Nama Suku Labala yang merupakan suku asli orang Labala adalah Lama Bala  yang menggunakan kata Lama di depan yang melambangkan suku besar.

Ritual memanggil hujan oleh orang Labala hingga kini masih dilakukan. Ritual ini biasanya sering dilakukan pada bulan Januari jika terjadi kemarau berkepanjangan di Labala. (**)
================================================================
*Tulisan ini berdasarkan penuturan tua-tua adat suku labala. Untuk kebenaran yang lebih valid, silahkan melakukan riset kembali untuk dibandingkan dengan tuisan ini. Terima kasih.

Bukti Sejarah Masuknya Agama Islam di Kerajaan Labala

Beduk tua peninggalan Kerajaan Islam Labala. Beduk ini sekarang tersimpan di Mesjid al-Muqarrabin Labala

Dena-Rancangan awal Mesjid Al-Muqarrabin Labala, yang diukir di atas kayu- bertuliskan arab melayu (arab latin). Ukiran ini juga menjelaskan tentang pembangunan Masjid Al-Muqarrabin Labala. Dena/rancangan ini tersimpan di rumah adat suku Mayeli Atulolon

Raja Labala

Raja Labala-Raja Baha Mayeli, Ayahanda dari Raja Ibrahim Baha Mayeli.

Bukti Sejarah Kerajaan Labala

Atajawa-Prasasti dari kayu jati yang bertuliskan huruf palawa (jawa kuno). Prasasti ini kini tersimpan di Rumah adat Suku Mayeli Atulolon

Ua Kote Belao/bloo-Kepala tongkat berbahan emas milik Kerajaan Labala berlambang Ratu Belanda Wilhelmina II, dan kalung emas (beloo) peninggalan Kerajaan Labala

Ketika Rindu Tak Lagi Rimbun

Ketika Rindu Tak Lagi Rimbun

Labala, Rinduku tak lagi rimbun tapi
angin laut sawu mengabarkan
namamu selalu...


Meski kini ingatanku tersamarkan
oleh longsor laku kemajuan yang
melasat-pesat, namun wutun lewo
nubamu menyadarkanku akan makna
penting sejarahmu.


aku yang tak sanggup tegakah, atau
kerinduanku sebagai nuba-naramu
yang membuncah, ta klagi berbatas
masa dan usia?


oh sekira demikian adanya, betapa
alpanya aku sehingga lupa menjalin
koda dan menuturkan kiri kepada
generasi. sebelum ajal menjemput,
sebelum liang lahat memanggil
pulang.


Sementara roda kemajuan terus
menggilas dan berusaha menghapus
jejakmu dari ingatanku. Ia bahkan tak
pernah bertanya; masihkah tersisa
telur kesetiaanku untuk melestarikan
dan membesarkan namamu?
ah aku tak tahu. samar-samar aku
hanya mengingat, disini inak
melahirkan dan membesarkanku.


Disini amak mewarisiku kisah tentang
nenek moyang yang bermula dari
altar nuba laga doni-wato peni,
demon gede-srikati, sampai ata jawa
gadak


Disini pula amak belen dan inak belen
menuturkan kepadaku tentang cerita
drama pataka lepan-batan dan
eksodus raja dan ribu-ratunya.


yah tentang semuanya; tentang raja
sira demon lamarongan, Tuen Paji
Naran lamabelawa, Pada Mayeli,
Jotena arakian lima letu nara gawa...
Juga tentang kisah heroik para ksatria
dan panglima perang ata Labala; dari
Kasa Bala bura baran miten, jaran mea
Laga Basa, ata bereket seran goran
lerek...


Tapi sayang, semuanya kini semakin
samar terlintas di sisa ingatanku
sebagai ana-opu mu. Ingatan yang
kian pikun dan ringsek oleh lamunan
badai kejumudan dan kebekuan
berpikir di tengah badai kemajuan
hidup. Dan entah sampai kapan
ingatan yang samar itu betah singgah
di hati dan pikiranku sebagai nuba-
naramu.


Makassar, 24/17/2013