BLOG PILIHAN GENERASI LABALA

SELAMAT DATANG DI BLOG INI. TAAN ONEK TOU SOGA NARAN LEWOTANAH. LABALA TANAH TITEN.

Rabu, 27 Juli 2011

Tentang Kerajaan Labala

Sejarah Singkat Labala*

Oleh: Muhammad Baran Ata Labala **
Pemandangan Labala dari Bukit Wolo


Sejarah Kerajaan Labala sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Solor Watan Lema.

Labala terletak di selatan pulau Lembata, Kabupaten Lembata (sebelumnya masuk wilayah kabupaten Flores Timur). Labala merupakan satu-satunya kerajaan di Kabupaten Lembata dan merupakan kerajaan  bungsu dari beberapa kerajaan islam di wilayah timur pulau Flores dan disekitarnya (seperti pulau adonara, pulau solor, pulau Lembata, pulau Alor dan Pantar) . Menurut sejarah, Kerajaan Labala masuk dalam komunitas kerajaan Solor Watan Lema (Lima Kerajaan Islam Bersaudara) seperti Kerajaan Terong, kerajaan Lemahala, Kerajaan Lohayong, Kerajaan Lamaker, dan Kerajaan Labala.

 Berdasarkan catatan sejarah masyarakat Lamaholot -masyarakat yang kemudian mengidetifikasi diri sebagai orang Lamaholot karena kesamaan bahasa dan asal usul (asa usu)-afiliasi dari kelima kerajaan ini menjadikan mereka diidentikkan sebagai Paji dengan saudara tua Demon yang dipimpin oleh kerajaan Larantuka. Kerajaan Labala dalam komunitas Solor Watan Lema dianggap sebagai kerajaan bungsu yang dalam tradisi orang Adonara dan Lamakera menyebutnya Tuso Gasuk Labala Lamaronga.
Kini Kerajaan Labala kemudian  mengalami perkembangan dengan mengikuti dinamika politik yang ada di kabupaten Lembata. Pada masa sebelum raja Kiwan Mayeli, pusat kerajaan yang terletak di sebelah selatan ibukota kabupaten Lembata ini terletak disekitar Wutun Leworaja (tanjung kampung raja). Ini dibuktikan dengan peninggalan artefak berupa barang-barang keramik buatan cina yang sering ditemukan masyarakat. Nama ini (Wutun Leworaja) dikemudian hari digunakan sebagai nama Desa Leworaja (tanah atau kampung Sang Raja).

Pasca terjadinya huru hara di pusat kerajaan wutun leworaja (Tanjung Leworaja), raja labala bersama ribu ratunya (masyarakatnya) pindah ke lokasi yang dianggap aman dari penyerbuan orang luar. Dengan persetujuan beberapa kepala-kepala suku, raja kemudian membeli tanah hasil kongsi (Patungan) dengan beberapa suku untuk membeli tanah dari orang lewo koba. Tana Lawokoba ini kemudian diberi nama Ledo Ona (nama sejenis tumbuhan yang kini sudah hampir habis ditebang untuk bangunan rumah) yang kemudian hari dikenal dengan Labala Ledo Ona. Hingga hari ini nama terakhir ini menjadi familiar baik oleh masyarakat yang merasa menjadi orang labala maupun yang bukan labala.

Asal kata "Labala"


Terkait penyematan asal kata nama Labala hingga kini masih menjadi perdebatan karena  memiliki beberapa versi. Ada sumber yang mengatakan nama Labala mulai digunakan setelah Raja Baha Mayeli memeluk islam dan kerajaan labala menjadi kerajaan islam di daratan lembata. Ada juga sumber yang mengatakan Labala merupakan penyebutan kata yang mengalami perubahan dialek dari kata Lewo Bala yang berarti kampung yang pernah mengalami bala atau bencana. Pengertian ini sedikit mendapat pembenaran sesuai peristiwa huru hara yang melanda Raja Kiwan Mayeli sebelum pindah ke tanah lewo koba.

Meski masih menjadi perdebatan asal kata Labala, namun masyarakat yang merasa sebagai bagian dari keluarga besar labala menerima dengan segala konsekuensi dari pemberin nama tersebut. Bagi mereka, labala merupakan identitas yang menjadi entitas penyatu atas keberadaan mereka yang memiliki aneka macam suku namun merasa memiliki asal usul sama dari Lepan Batan. Nama ini kemudian oleh masyarakat yang mendiami pulau yang pada masa penjajahan Belanda disebut lomblen island (pulau leomblen) ini menjadi nama pulau sekaligus nama kabupaten yaitu Lembata.

 *Tulisan ini hanyalah hasil dari penuturan beberapa sumber di labala. Apabila ada kekurangan silahkan melakukan kembali riset dan sejenisnya untuk mendapatkan kebenaran sejarah yang sesungguhnya.
**Penulis adalah Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM)