BLOG PILIHAN GENERASI LABALA

SELAMAT DATANG DI BLOG INI. TAAN ONEK TOU SOGA NARAN LEWOTANAH. LABALA TANAH TITEN.

Sabtu, 02 Maret 2013

Raja Labala; Mayeli atau Lamarongan?

Raja Labala; Mayeli atau Lamarongan?

(Menguak Serak Sejarah Kerajaan Labala)

Jujur sejak lama juga sebenarnya goe ingin cari tahu terkait ini. Bukan bermaksud membela yang satu dan menghakimi yang lain, namun murni menelusuri kemurnian (kalau enggan mengatakan kebenaran) sejarah kerajaan labala.

Sebenarnya kita punya banyak bukti sejarah yang bisa dijadikan rujukan. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, kepedulian generasi labala untuk menghimpun bukti-bukti tersebut sangat minim, bahkan boleh dikata, tidak ada. Makanya kita hanya mengandalkan cerita lisan yang hanya berdasarkan ingatan. Padahal, yang namanya cerita, bila diceritakan lisan dari mulut ke mulut dan diwariskan turun temurun, bisa saja terjadi distorsi (pengaburan) dan salah tafsir. Ujung-ujungnya, cerita kemudian menjadi kabur atau malah ditambahkan tanpa dasar yang sahih.

Makanya sewaktu saya masih kecil, meski selalu diceritakan asal usul suku-suku yang ada di labala dan sejarah pelarian Raja Mayeli dari Lepan Batan pasca peristiwa huru hara,
sayangnya semua cerita yang dikisahkan orangtua ini, saya malah menganggapnya hanya dongeng pengantar tidur belaka. Bukan merupakan fakta sejarah.

Sedikit Refleksi

Kedatangan Raja Mayeli beserta pemangku dan ribu ratunya dengan menggunakan perahu dan kemudian mendarat di tanjung leworaja. Di tanjung leworaja ini raja dan ribu ratunya bertemu dengan dua orang kelompok penduduk asli yang berdiam di tanjung leworaja yaitu Dewa Kaka no Dewa Ari. Kedua bersaudara ini merupakan cikal bakal penduduk asli suku labala.

Dalam perkembangan selanjutnya, Dewa Kaka ini memiliki keturunan orang-orang yang bermarga labala (resiona, keroiona, duaona, enga daiona) yang bergabung dengan beberapa kle yang juga adalah penduduk asli labala (lerek, soap,kelobon,kahawolor lewokro,mudaj, lebao, bakiona dan beberapa kle lain)

Sedangkan Dewa Ari kemudian memiliki keturunan yang sekarang menjadi penduduk asli di desa mulankera (nama asli sebenarnya, Ata Kera). Disini tak bisa di nafikan, mulankera meski berpenduduk mayoritas kristen, mereka juga adalah orang labala asli sebelum datangnya pengaruh agama islam-kristen. 
Karena toleransi masyarakat labala yang sangat tinggi akan keberadaan kedua agama ini, maka diputuskan, Dewa Ari dan keturunannya memilih memeluk agama kristen, sedangkan Dewa kaka memilih memeluk agama islam. Selanjutnya dalam pranata adat, masyarakat mulankera sering disebut lewo ari (kampung adik) sedangkan leworaja sering disebut lewo kaka (kampung kakak). Maka tak heran ketika misi kristen membangun sekolah pertama di labala, maka nama sekolah yang diberikan  adalah SDK Labala, dan bukan SDK mulankera. Ini karena menurut fakta sejarah, masyarakat Mulankera merasa bahwa mereka juga adalah orang labala.

Saya bersyukur karena saya dilahirkan dari keluarga asli labala yaitu campuran empat suku besar di labala, yaitu dari garis keturunan bapak, saya bermarga Labala enga daiona (suku asli orang labala) pemilik rumah adat senera (taran wanan) dan dari garis keturunan ibu (suku mayeli atulangun) nenek (suku lamarongan) moyang (suku teron). Maaf saya tak bermaksud membangga-banggakan keturunan, tapi hanya sekadar contoh betapa meski saya adalah asli putra labala, namun kerap kebingungan ketika ditanya tentang sejarah labala, termasuk pertanyaan seperti judul tulisan di atas.
Sapakah Ata Geha (Kiwan Mayeli)?

Persoalan yang sama juga, terkait klaim kedua suku ini (mayeli vs lamarongan) yang masing-masing mengatakan paling berhak mewarisi tahta kerajaan labala. Istilah raja kre dan raja bela juga masih menjadi kontroversi.

Info yang bisa goe bagi disini, dalam silsilah keturunan raja labala adalah, sebelum Raja Ata Geha (kiwan Mayeli) dinobatkan menjadi raja, keturunan raja labala adalah suku mayeli. Namun ada terputus silsilah raja, lantaran tidak ada laki-laki dari suku mayeli yang melanjutkan/mewarisi tahta.

Karena suku lamarongan juga merupakan kerabat Raja, maka dipanggil salah seorang kebele lamarongan yang bernama asli Ata Geha untuk meneruskan tahta kerajaan. Kalau goe tidak salah, Ata Geha (orang lain) berasal dari klan lamarongan reta pukan atau bui pukan. Keturunan langsung dari Ata Geha hingga sekarang sekarang adalah cucu-cicitnya Nene Heku Rongan. Istri Nene heku yaitu Nenek Anahae berasal dari suku Mayeli atulolon.

Untuk lebih lengkapnya, silahkan masing-masing pulang ke lewotanah dan silahkan mencari/menelusuri jejak sejarah labala.
Bangga aku jadi orang Labala. Satu-satunya kerajaan otonom di kabupaten Lepan Batan (Lembata). Kalau anda? (**)