BLOG PILIHAN GENERASI LABALA

SELAMAT DATANG DI BLOG INI. TAAN ONEK TOU SOGA NARAN LEWOTANAH. LABALA TANAH TITEN.

Rabu, 27 November 2013

Sejarah Labala (Silsilah Keturunan Dewa Kake dan Dewa Ari)

SILSILAH KETURUNAN DEWA KAKE DAN DEWA ARI

Prabu Semesta*


Munculnya presepsi saling klaim mengklaim tentang hak waris tanah dan batas tanah dari wato ruma, wiri lolo, tarnono, lela kewate lodo teti bote bala, puka bela gere teti wai noale, puna pawe dan lodo tuba teti wai metine (semuanya nama tempat yang menjadi tapal batas), ini yang menjadi perdebatan di dunia maya antara keturunan dari nene Rebo dan Mari (Suku enga daiona) yang mengaku sebagai keturunan asli dari Dewa Kake. 

Padahal dalam sejarah Rebo, Salabaku, Mari dan Aku bala mereka berempat dalam peristiwa huru hara lepan batan menggunakan tena no laja (perahu layar) yang (keudian) terdampar di wato kebekku (tepatnya di sebelah tanjung watobua). 

Ketika perahu (tena) raja mayeli dan menterinya sampai di nuba lolon (Tanjung Leworaja sekarag), sejarah mengatakan Dewa Kake dan Dewa Ari (keduanya bersaudara) sudah duluan sampai di lewo gunehe. Mendengar ada keramaian di pantai tanjung lewo Nuba Lolon, keduanya turun  ke pantai untuk memastikan keadaan dan mendapati Raja Mayeli berserta ribu-ratunya. Raja Mayeli kemudian menanyakan siapa mereka dan memperkenalkan diri sebagai Dewa Kake dan dewa Ari. Raja Mayeli juga menanyakan siapa orangtua mereka dan memberitahukan kepada sang Raja bahwa mereka adalah  anak dari Ina Peni dan ama/bapa Laga Doni. Raja Mayeli kemudian menanyakan keberadaan kedua orangtua mereka dan mereka memberitahukan bahwa  ina Peni baru saja pergi dengan menggendong babi (pe lau nai bote ne wawehe)  dan bapa Laga Doni bersama anjingnya (ne aohe).

Selanjutnya, dalam perjalan sejarah, Raja mayeli menjodohkan (papame) kedua kakak beradik yaitu Dewa Kake dan Dewa Ari  dengan kedua saudarinya (bine ruaha) yang bernama Nogo Gunu dan Bulu Tewwo Lolo. Dari keturunan Dewa Kake dengan Nogo Gunu, lahirlah seorang anak laki-laki (ana kebelake tou) yang bernama Kabaresi. Sedangkan Dewa Ari dengan Bulu Tewwo Lolo, lahirlah tiga orang anak laki-laki (kebelake ata telo) yang sulung  (berui) bernama Ruma, anak kedua bernama Boli Leda dan anak bungsu (tuho wutu) bernama Miku  Boli Eme. 

Ketika orang gunung (demo nare) datang menyerbu dan menyerang (hera garu) di lewo wuka ( mulan kera/ata kera) pembesar Mulan kera (Kebele lewo tukene) dari suku Ata Mulene dan suku Ata Keraf datang ke Nuba Lolon (tanjung Leworaja) menghadap raja mayeli dan pembesar (kebele) Dewa Kake dan Dewa Ari. Dari hasil musyawara, Raja mayeli meminta kepada kedua kakak beradik yaitu Dewa Keke dan Dewa Ari, siapa di antara keduanya yang mau berangkat untuk membawahi/memimpin (nette lewo) Lewo wuka (Mulan kera/ata keraf).

Dari hasil rembuk di antara keduanya, akhirnya keduanya bersepakat bahwa Dewa Ari yang berangkat ke lewo wuka untuk memimpin Lewo wuka. Sebagai kakak, Dewa kake memberikan beberapaa pusaka kepada Dewa Ari berupa teneke kedaje (Ikat pinggang)  Bala Jawa (Gading) , Go (Gong), Sejenis sayur labu yang bila kering buahnya mengeluarkan biji-bijian yang bisa ditanam (Wulu Tria Tnalare), Nampan dari kulit penyu (Kea Kebukere), Rantai/gelang emas (Lodo Neme Gole), Sebilah kayu untuk mengangkat barang/hewan (Beleba Puka Wikile), Gulungan daun tembakau yang sudah diiris/dipotong halus (Tebako Kenolohe) dan gigi atau taring petir/guntur (Kelekka Ipe).  Semua pusaka ini merupakan warisan dari lepan batan.


Setelah mendapaat restu dan memperoleh pusaka, Dewa Ari kemudian berangkat ke Lewo Wuka beserta dua anaknya yaitu  Boli Leda dan Miku Boli Eme. Sementara anak sulungnya yang bernama Ruma memilih tetap menetap di lewo Nuba Lolon (Tanjung Leworaja). Ketika hendak berangkat Dewa Ari berpesan kepada anak sulungnya bahwa dirinya pergi untuk membawa/memimpin kampung (lewo Wuka) sehingga dia tak membekali anaknya dengan pusaka. Semua pusaka dibawa serta, dan yang bisa dia titip hanyalah sebuah rumah pusaka (Lango Ruma ono), tanah pusaka (Duli-pali), alat pancing yang terbuat dari kayu bambu (Benehi Bitu), dan Ude Medde (mungkin alat tenun).

Ketika pembagian jatah (mungkin jatah tugas dan kewenangan adat) atau bage ume, raja mayeli mengatakan kepada Nene Kabaresi dan Nene Ruma bahwa keduanya adalah sama-sama orang/suku labala. Maka Kabaresi menjadi pembesar (kebele) labalehe Keleppa Ono dengan anggota (nudeke) Keroi Ono, Enga Dai Ono dan Enga Dua Ono. Sedangkan Ruma sebagai pembesar (kebele) labalehe keleppa woho dan dengan anggota (nudeke) Lamasop, lewo Lere (Lerek), Kaha wolor, Kelobo Ono (Kelobon). Nudeke dalam bahasa adat lewo tanah “koto lolaka rae ota, tarene lereka rae wedda”.

Seiring berjalannya waktu, Nene Kabaresi tidak mempunyai keturunan (getto) sehingga maje Nene Heko dari kle Lebalehe Kerio Ono untuk mengambil jatah (ge ume) menggantikan Nene Kabaresi. Sedangkan Nene Ruma memiliki seorang anak laki-laki bernama Wara. Akibat adu domba yang di makari oleh Nene Hali Sele, akhirnya orang gunung (demo nare) datang menyerbu dam menyerang (herra garu) di lewo nuba lolon (Tanjung Leworaja).

Akhirnya Raja mayeli memutuskan untuk membeli tanah kepada orang Lewokoba. Setelah itu Raja dan ribu-ratunya pindah ke Tanah Lewokoba yang kemudian diberi nama labala Leddo Ono (sekarang Desa Labala Lewo Raja).


Tentang Neene Heko dan Nene Hali sele

Nene heko adalah putra dari Mari cucu dari Nene Mari (kebele yang datang dari lepan batan dan terdampar di wato kebekku). Ketika siku Kroi Ono tidak lagi memiliki keturunan (getto) Nene Rebo dan Salabaku pergi ke Pesewatu dan menggendong (bote) Mari yang merupakan cucu dari Nene Mari yang sedang duduk bermain di bawa pohon lontar/koli (tua puke) sedangkan bapaknya di atas pohon lontar sedang mengiris tuak .

Nene Rebo dan Nene Salabaku kemudian meminta izin kepada nene Mari untuk membawa cucunya yang juga bernama Mari ini  ke Lewo nuba Lolon untuk mengambil jatah (ge ume) di suku Kroi Ono. Selanjutnya, Mari yang merupakan cucu dari Nene Mari mempunyai dua orang anak laki-laki sebagaii keturunannya yaitu, anak sulung (berui) bernama Heko dan anak bungsu (tuho wutu) bernama Boli Ase. Nene Heko menggantikan kebele Kabaresi di suku labalehe resi ono sedangkan Nene Boli Ase melanjutkan nudeke di Leelehe Kroi Ono.


Sedangkan tentang Nene Hali Sele, beliau berasal dari Semuki Tanah Lolon (kemungkinan daerah Udek dan sekitarnya). Beliau dibuang oleh kedua orangtuanya dalam keadaan luka karena mengidap penyakit menular yang dikhawatirkan akan menjangkiti warga lainnya. Dia kemudian di temukan masih sangat kecil (masih bocah) oleh Nene rebo dan salabaku pantai karang (kemungkinan di benapa wailolon). 

Keduanya kemudian membawanya pulang, memelihara dan mengobati penyakit dan luka yang dideritanya. Dan Ketika Nene Genewa dari suku Lebalehe enga Dua Ono tak lagi memiliki keturunan atau terputus (getto), maka Nene Hali Sele kemudian di suruh mengambil jatah/bagian (ge ume) sebagai pembesar (kebele) di nudeke Enga Dua Ono.

Silakan semua membaca semoga menjadi pengetauhan bagi semua generasi labala. Goe bukan ahli sejarah tapi meluruskan sejarah yang di tulis oleh Muhammad Baran. (**)

*Prabu Semesta adalah pemilik nama akun Facebook yang menulis kisah MISTERI DI BALIK WATO KEBEKKU dan SILSILAH KETURUNAN DEWA KAKE DAN DEWA ARI Yang di publikasikan di Grup JEJAK SEJARAH LABALA yang saya kelola. Tulisan itu di publikasikan di Grup JEJAK SEJARAH LABALA pada Hari Senin, 25 November 2013.

Tulisan di atas sudah goe edit dan alih bahasakan istilah-istila adat kedalam bahasa indonesia yang baku. Meski mungkin masih jauh dari sempurna, semoga bermanfaat untuk generasi muda Labala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar