BLOG PILIHAN GENERASI LABALA

SELAMAT DATANG DI BLOG INI. TAAN ONEK TOU SOGA NARAN LEWOTANAH. LABALA TANAH TITEN.

Selasa, 08 November 2011

Teluk Labala

Senja di Teluk Labala
Teluk Labala dilihat dari bukit Lewo Nepa

Teluk Labala dilihat dari Bukit Wolo

Teluk Labala dilihat dari Koliono


Rabu, 03 Agustus 2011

Sejarah Penyebaran Islam di Kerajaan Labala

 Sejarah Masuknya Islam di Labala
Oleh: Muhammad Baran Ata Labala
Pemandangan Labala dari Bukit Lewo Nepa



Prolog

Bagi masyarakat penutur bahasa lamaholot, yaitu masyarakat yang mendiami daratan Flores Timur dan beberapa pulau di sekitarnya (Adonara, Solor, Lembata bahkan Alor)  menyebut nama "Labala" tidaklah asing di telinga ( terkecuali mereka yang lahir di perantauan). Labala merupakan identitas khusus yang dilekatkan kepada komunitas masyarakat yang bemukim di pantai selatan pulau lembata (Kecamatan Wulandoni-Kab. Lembata). Sebuah komunitas masyarakat yang kini diidentikkan dengan masyarakat muslim pesisir.

Berbeda dengan masyarakat Kedang (kecamatan Omesuri-Buyasuri) yang juga mayoritas muslim tetapi tapi menggunakan bahasa kedang, masyarakat Labala adala penutur setia bahasa  lamaholot meski dengan logat yang sedikit berbeda dengan masyarakat yang mendiami pesisir daratan Flores Timur dan masyarakat di beberapa pulau di sekitarnya seperti orang Lamahala (Adonara) dan Lamakera (Solor) yang juga mengunakan bahasa tutur Lamaholot. Bahkan masyarakat yang mendiami pulau Lembata seperti orang Lewotolok (kecamatan Ile Ape) dan orang Lamalera (kecamatan Wulandoni) pun berbeda dialek dengan orang Labala meski-sekali lagi-sama menggunakan bahasa lamaholot sebagai bahasa ibu. Bahasa lamaholot orang Labala (bahasa Labala) oleh masyarakat yang mendiami pulau lembata diklasifikasikan sebagai bahasa Kwela.

Meski berbeda logat, bahasa Labala sedikit banyak memberi warna tersendiri atasKhasana kebudayaan dan tradisi masyarakat daratan Flores Timur terkhusus masyarakat Lembata. Dalam kehidupan sosial, masyarakat Labala memegang falsafah dan prinsip hidup yang sama yaitu 'Tan Onek Tou' (menjadi satu hati) dimana nilai-nilai pluralitas menjadi sebuah keniscayaan di tengah perbedaaan baik agama, sejarah dan sekumpulan nilai yang tidak bisa dipungkiri juga berbeda.

Dengan segenap kesederhanaan dan kebersahajaan yang dimiliki-diakui atau tidak-Labala sebagai sebuah komunitas masyarakat yang mengikat diri sebagai sebuah kerajaan sedikit banyak memberi sumbangan bagi tetap terpeliharanya toleransi dalam percaturan politik lokal. Lebih dari itu prinsip adat "kaka-ari, opu-maki" hingga kini masih dipegang teguh meski harus diakui kerap terjadi pergeseran antar golongan namun tetap dalam bingkai kebersamaan. Satu hal yang perlu dicatat, sebagai masyarakat muslim, orang Labala -selama tidak berkaitan dengan persoalan akidah-enggan menjadikan  perbedaan itu sebagai alasan untuk melegitimasi pertikaian dan mengambil sikap menutup diri (ekslusif). Sekali lagi bagi orang Labala dengan segenap kesederhanaannya, akan tetap bergandengan tangan untuk bersama membangun kampung halaman. Prinsip 'Taan Onek Tou Soga Naran Lewo Tanah" merupakan harga mati membangun kebersamaan.

Islam di Labala




Dear Sir; LIke to research sejarah kerajaan Labala.maybe you can help me.On my facebook Donald Tick I have contact with Mayeli royals.This is daftar raja Labala:Kiwan Mayeli:ca. 1833-18..;succeeded by son Kiwan Geluama Mayweli=Ata Gheok/Ghe(1879-96);son Raja baha Mayeli:1896-1925/6,Ibrahim Baha Mayeli:1926-1954/died 1965,son Muh Kabier Ibrahim mayeli:,son Symsul Bahri Mayeli. I have sended them old pictures,etc. of raja2 Mayeli. Salam hormatL: DP Tick


Pada awal berdirinya kerajaan labala,semua penduduk masih punya kepercayaan animism,mulai dari raja Mayeli sampai dengan raja Atageha masih menganut agama atau kepercayaan animism.
Raja baha awal mulanya masih beragama animism,namun setelah raja baha mengirim anak sulungnya”Kiwan”pergi sekolah ke Alor tepatnya dikalabahi tinggal serta belajar mengaji(membaca al_Quran) di Raja Alor yang bernama Marjuki Nampira.

Ditangan Raja alor ini Bapak Kiwan belajar membaca al_quran sambil sekolah dan kemudian pada akhirnya namanya diganti menjadi bapak Ibrahim Baha Mayeli. Setelah tamat sekolah dan mengaji bapak Ibrahim baha Mayeli mengirim surat kepada bapaknya Raja Baha isi surat tersebut adalah”saya sudah tamat sekolah serta belajar membaca alquran,saya bias pulang kalau kampung labala bersih dari anjing dan babi kalau tidak saya akan pergi merantau lebih jauh lagi dan tidak akan pulang kekampung.

Surat yang dikirim diterima bapakNya Raja Baha, setelah membaca isi surat tersebut dia mulai khawatir akan kelanjutan kerajaan nanti dipimpin oleh siapa,karna anak sulung adalah putra maha kata yang akan mengganti kedudukanNya. Dari situlah Raja Baha memerintahkan masyarakat dikerajaan hewan yang dimaksud dimusnahkan. Agar anak saya sebagai putra maha kota bias pulang kekampung halaman. Mulailah masyarakat yang punya hewan ternak, ada yang dijual,dimakan,ada juga yang diberikan kepada opu lake (paman) sebagai adat yang berlaku.

Setelah hewan dimusnakan Bapak raja Baha mengirim surat kepada Anaknya Ibrahim baha mayeli dikalabahi Alor bahwa sekarang kampong halaman sudah bersihdari anjing dan babi olehnya bapak sangat mengharapkan ananda pulang karna kondisi bapak sudah semakin tua.
Perlu diketahui bahwa sebelumnya pedagang2 dari lamahala dating berdagang tapi belum berani menyiarkan agama islam, mereka para pedagang hanya berdagang sambil mempelajari keadaan dan situasi didalam kampong. Kesempatan emas ini tidak disia2kan pedagang lamaha,mulai terang2an menyiarkan agama islam sambil berdagang.

Kesempatan yang ditunggupun tiba, Raja Ibrahim pulang dari alor dan menggantikan bapaknya Raja Baha. Selang beberapa bulan kemudian raja Ibrahim mendirikan musholla,digunakan untuk melakukan aktivitas ibadah dan mengajarkan syariat agama islam. Setelah mushollah didirikan raja Ibrahim dibantu oleh para pedagang lamahala membina dan memimpin ummat islam dalam keagamaan. Karena kesibukan dalam pemerintahan, Raja Ibrahim mempercayakan bapa Lusi koli kemang untuk memimpin sholat dan mengajarkan agama pada ummat, perlu diketahui bahwa bapak lusi koli kemang adalah orang lamahaladari suku gorang. Pada waktu berdagang yang kemudian dikenal dengan Bapak Kemang. Karena profesi sebagai pedagang sehingga keberadaan Bapak Kemang tidak tetap dia sering pulang kelamaha. Keberadaannya musiman, kondidi ini menjadi pikiran bapak Ibrahim baha mayeli tentang kurannya siraman rohani sehingga sangat mungkin terjadi muallf.

Dengan kondisi seperti ini maka Raja Ibrahim memutuskan untuk pergi ke waiwerang menemui Raja Lamahala meminta bantuan seorang da”I tetap untuk menetap dilabala. Setelah sepakat keduanya dating menemui habbib Agel untuk menyiapkan seorang da’i untuk bs dapat menetap dilaba. Kebetulan pada saat itu ada seorang murid Habbib Agel yang tadinya beragama nasrani keturunan cina dan tinggal dikupang. Setelah masuk islam dan mengikuti Habbib Agel kewaiwerang mendalami ajaran islam. Habbib Agel menerima permohonan Raja Ibrahim dan bersedia mengirim da;i murid habbib ini bernama “Baba Abdullah”. Selanjutnya Baba Abdullah dan bapa Raja Baha Mayeli berangkat kelabala.

Setelah tiba dilabala Bapak raja Ibrahim baha Mayelimembuat program untuk mendirikan masjid. Dipanggil semua masyarakat untuk menentukan jadwal pembangunan masjid. Dalam rapat itu semua masyarakat dibagi dalam empat kelompok besar berdaswarkan suku2 besar dan kerabatnya. Keputusan dikenal dengan nama kepala agamayang terdiri dari empat suku besardan kerabatnya masing2.


Keempat kepala agama itu adalah:
1. Kepala agama mayeli ( lamarongan)
2. Kepala agama labala
3. Kepala agama lamalewar
4. Kepala agama lewolerek

Selanjutnya proses pembangunan masjid hingga tahap akhir, setelah masjid selesai dibangun diadakan rapat untuk memili pengurus dan badan syara masjid. Keputusan dalam rapat susunannya berdasarkan prasasti yang dipahat dari kayu yang terpampang diatas mimbar sbb:
1. Imam dari suku mayeli
2. Khatib dari suku labala
3. Bilal dari suku lewar dan lerek

Dalam perjalanan bapak Raja Ibrahim sibuk dalam urusan pemerintahan maka dalam urusan agama juga diserahkan kepada bapak Baba Abdullah merangkap da’i kadang juga dipimpin oleh adiknya Raja Ibrahim yaitu bapak Thahir baha.
Masjid labala didirikan pada tahun 1926 saat bapak Raja Ibrahim baha mayeli memangku jabatan Raja labala.

Agama islam sejak zaman Raja sampai sampai dengan Indonesia merdeka, banyak maju mundurnya. Sejak Indonesia merdeka dan pada saat Baba Abdullah masih hidup agama islam berjalan maju. Namun setelah Baba Abdullah wafat dan partai komunis masuk kelabala agam mulai terlihat pudar sebab aktifitas keagamaan,sholat 5 waktu kadang2 hanya satu dua orang saja,terlihat juga ketika sholat jumad jamaanya hanya kurang dari sepuluh. Dengan kondisi ummat seperti ini sehingga keberadaan masjid tidak terawatt.
Namun sejak meletus gestapu 1965 masjid mulai penuh dengan jama’ah sehingga agama hidup kembali. Pada saat itu atas prakarsa tokoh2 adat dai keempat kelompok yang tersebut diatas mulai berembuk untuk melakukan renovasi dengan mempelebar masjid dan mengganti atapnya dari alang2 diganti dengan seng. Keputusan dari hasil rembukan keempat kelompok dari tokoh-tokoh adat tersebut adalah;Ganti atap lebi dahulu

2. Luas bangunan dilihat dari dana
3. Tiap kepala agama menginventarisir anggota dalam lingkungannya untuk tiap kepala keluarga menyumbangkan kacang tanah per blik.
Ukuran masjid pada saat itu adalah 10x10 dengan atap alang-alang
Untuk sementara ini kmi blm mempunyai foto aslinya
Sejak tahun 1967 hingga 1972 atap masjid baru bias diganti sementara pintu jendela dipasang namun tidak ada daunnya. Pada tahun 19 dipugar kembali diperlebar dan atapnyapun diganti dengan aluminium, lantainya dari semen diganti dengan keramik Dengan luas bangunan dari 10x10 diperlebar menjadi 17,5 x17,5. Biaya pembangunan masjid ditanggung masyarakat juga anggaran dari desa.

Masjid dibangun pertama kali oleh tukang dari lamahala yaitu Bapak Along kemudian dikenal dengan nama Haji Muhammad yunus gorang. Prasasti yang dipahat dari kayu yang diletakan didepan mimbar pada pemugaran kedua tahun 19 tidak dipasang lagi karena takut dimusnahkan. Maka kami sebagai ahli waris dari Raja Ibrahim Baha Mayeli mengamankannya dirumah adat mayeli.

Demikian sejarah singkat masuknya agama islam dilabala, sebagai bahan tulisan kami mengambil dari narasumber dilamahala dan dari Bapak raja Ibrahim Baha Mayeli itu sendiri berupa penuturan yang tertera di prasasti.
PEMANGKU RUMAH ADAT MAYELI SEKARANG ADALAH SUDJUDDIN R. MAYELI

Rabu, 27 Juli 2011

Tentang Kerajaan Labala

Sejarah Singkat Labala*

Oleh: Muhammad Baran Ata Labala **
Pemandangan Labala dari Bukit Wolo


Sejarah Kerajaan Labala sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah Solor Watan Lema.

Labala terletak di selatan pulau Lembata, Kabupaten Lembata (sebelumnya masuk wilayah kabupaten Flores Timur). Labala merupakan satu-satunya kerajaan di Kabupaten Lembata dan merupakan kerajaan  bungsu dari beberapa kerajaan islam di wilayah timur pulau Flores dan disekitarnya (seperti pulau adonara, pulau solor, pulau Lembata, pulau Alor dan Pantar) . Menurut sejarah, Kerajaan Labala masuk dalam komunitas kerajaan Solor Watan Lema (Lima Kerajaan Islam Bersaudara) seperti Kerajaan Terong, kerajaan Lemahala, Kerajaan Lohayong, Kerajaan Lamaker, dan Kerajaan Labala.

 Berdasarkan catatan sejarah masyarakat Lamaholot -masyarakat yang kemudian mengidetifikasi diri sebagai orang Lamaholot karena kesamaan bahasa dan asal usul (asa usu)-afiliasi dari kelima kerajaan ini menjadikan mereka diidentikkan sebagai Paji dengan saudara tua Demon yang dipimpin oleh kerajaan Larantuka. Kerajaan Labala dalam komunitas Solor Watan Lema dianggap sebagai kerajaan bungsu yang dalam tradisi orang Adonara dan Lamakera menyebutnya Tuso Gasuk Labala Lamaronga.
Kini Kerajaan Labala kemudian  mengalami perkembangan dengan mengikuti dinamika politik yang ada di kabupaten Lembata. Pada masa sebelum raja Kiwan Mayeli, pusat kerajaan yang terletak di sebelah selatan ibukota kabupaten Lembata ini terletak disekitar Wutun Leworaja (tanjung kampung raja). Ini dibuktikan dengan peninggalan artefak berupa barang-barang keramik buatan cina yang sering ditemukan masyarakat. Nama ini (Wutun Leworaja) dikemudian hari digunakan sebagai nama Desa Leworaja (tanah atau kampung Sang Raja).

Pasca terjadinya huru hara di pusat kerajaan wutun leworaja (Tanjung Leworaja), raja labala bersama ribu ratunya (masyarakatnya) pindah ke lokasi yang dianggap aman dari penyerbuan orang luar. Dengan persetujuan beberapa kepala-kepala suku, raja kemudian membeli tanah hasil kongsi (Patungan) dengan beberapa suku untuk membeli tanah dari orang lewo koba. Tana Lawokoba ini kemudian diberi nama Ledo Ona (nama sejenis tumbuhan yang kini sudah hampir habis ditebang untuk bangunan rumah) yang kemudian hari dikenal dengan Labala Ledo Ona. Hingga hari ini nama terakhir ini menjadi familiar baik oleh masyarakat yang merasa menjadi orang labala maupun yang bukan labala.

Asal kata "Labala"


Terkait penyematan asal kata nama Labala hingga kini masih menjadi perdebatan karena  memiliki beberapa versi. Ada sumber yang mengatakan nama Labala mulai digunakan setelah Raja Baha Mayeli memeluk islam dan kerajaan labala menjadi kerajaan islam di daratan lembata. Ada juga sumber yang mengatakan Labala merupakan penyebutan kata yang mengalami perubahan dialek dari kata Lewo Bala yang berarti kampung yang pernah mengalami bala atau bencana. Pengertian ini sedikit mendapat pembenaran sesuai peristiwa huru hara yang melanda Raja Kiwan Mayeli sebelum pindah ke tanah lewo koba.

Meski masih menjadi perdebatan asal kata Labala, namun masyarakat yang merasa sebagai bagian dari keluarga besar labala menerima dengan segala konsekuensi dari pemberin nama tersebut. Bagi mereka, labala merupakan identitas yang menjadi entitas penyatu atas keberadaan mereka yang memiliki aneka macam suku namun merasa memiliki asal usul sama dari Lepan Batan. Nama ini kemudian oleh masyarakat yang mendiami pulau yang pada masa penjajahan Belanda disebut lomblen island (pulau leomblen) ini menjadi nama pulau sekaligus nama kabupaten yaitu Lembata.

 *Tulisan ini hanyalah hasil dari penuturan beberapa sumber di labala. Apabila ada kekurangan silahkan melakukan kembali riset dan sejenisnya untuk mendapatkan kebenaran sejarah yang sesungguhnya.
**Penulis adalah Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM)