BLOG PILIHAN GENERASI LABALA

SELAMAT DATANG DI BLOG INI. TAAN ONEK TOU SOGA NARAN LEWOTANAH. LABALA TANAH TITEN.

Selasa, 30 Juli 2013

Mari Mengumpulkan Serak Sejarah Labala.

Oleh Muhammad Baran*

Salah satu elemen penting dalam melakukan riset sejarah adalah sumber sejarah. Ini bisa dilakukan dengan menganalisis cerita keluarga (sumber lisan). Dengan demikian, bisa membantu memperkirakan asal usul suatu keluarga atau komunitas masyarakat Labala misalnya.

menurut Juniator Tulius (Family Stories) terkadang  cerita kelurga (lisan) dianggap hanya milik satu kelompok kekerbatan tertentu, sedangkan cerita-cerita lisan dianggap milik kelompok masyarakat yang lebih luas dari kelompok kekerabatan. Oleh sebab itu, baik fungsi, isi, model, petunjuk, mau pun khalayak yang empunya cerita lisan, juga memiliki perbedaan versi.

Lewat cerita eksodus lepan-batan masyarakat labala, kisah tentang penduduk asli suku labala, dan cerita tentang asal usul beberapa suku di labala yang berasal dari tanah misalnya, kita bisa merekonstruksi pohon genealogi dan ekspansi beberapa kelompok kekerabatan asal. Kita bisa membahas karateristik dan makna sosio-kultural cerita lisan.

Berdasarkan identifikasi dan interpretasi  terhadap tema-tema utama di atas,  kita bisa menyimpulkan bahwa cerita-cerita keluarga (sumber lisan) dapat dianggap sebagai catatan sejarah (historical accounts) mengenai peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang telah menyebabkan terjadinya percabangan awal dalam kelompok kekerabatan asal (ancestors) yang mula-mula menghuni wutun lewonuba (tanjung Leworaja)

Akan ada ditemukan berbagai perbedan versi cerita dalam proses riset. oleh karena itu transkrip rekaman yang digunakan dalam proses riset untuk merekonstruksi jalur migrasi dan penyebaran  kelompok-kelompok kekerabatan asal yang menjadi nenek moyang suku labala dan suku-suku yang eksodus dari lepan-batan.

Dari proses rekonstruksi itu, yang dilengkapi dengan peta dan data, kita bisa menelusuri sejarah asal usul orang labala. maka untuk mendapatkan data valid, dalam melakukan riset, diperlukan kajian lanjutan dengan memfokuskan perhatian pada cerita keluarga yang hidup dalam kelompok-kelompok kekerabatan suku/klan yang ada di labala.

perlu juga di perhatikan, terkadang cerita-cerita keluarga itu digunakan kelompok-kelompok kekerabatan tertentu untuk memperkuat klaim mereka atas kepemilikan tanah ulayat (duli-pali) yang kadang sengaja dipersengketakan. Maka dalam melakukan riset, pengumpulan informasi harus benar-benar dikomparasikan dengan informasi dari kelompok kekerabatan klan/suku lain.

Dari pemaparan singkat di atas, bisa disimpulkan,  cerita-cerita keluarga (sumber lisan ) itu setidaknya memiliki/mengandung  tiga fungsi penting. Pertama, bermanfaat untuk merekonstruksi arah dan sejarah, baik cerita pelarian dari lepan batan maupun eksistensi penduduk asli suku labala yang menjadi tuan tanah dan beberapa suku asli lainnya di Labala sekarang.  Kedua, menjadi sumber penting untuk mengidentifikasi penyebab timbulnya konflik klaim-mengklaim kepemilikan duli-pali (lahan pusaka) atau yang sering diributkan orang labala yaitu, klaim-mengklaim suku apa saja yang sebenarnya menjadi lewotanah alape dan juga bisa menjadi referensi dalam mencari penyelesaian atas klaim-mengklaim kepemilikan duli-pali. Dan ketiga, cerita keluarga (lisan) juga bisa berfungsi sebagai "bank data" bagi masyarakat labala yang kebanyakan masih niil aksara atau masyarakat yang tidak memiliki tradisi tulis menulis yang bisa menjadi rujukan untuk membuktikan kebenaran sejarah dan juga bagi Nuba-sili (generasi muda) labala dalam menelusuri jejak sejarah lewotanah.

Catatan Penting:

Dalam kajian tradisi lisan dikenal ungkapan, teks-teks lisan merupakan sarana tempat segala pengetahuan suatu kelompok masyarakat yang niir aksara  disimpan, diawetkan, dan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya.

Dalam masyarakat lokal yang  yang hidup dalam  budaya kelisanan seperti masyarakat Labala di masa lalu,  seorang penutur koda-kiri (tukang cerita) dari masing-masing suku berfungsi selayaknya sebuah "perpustakaan"  dalam masyarakat moderen. Oleh karena itu, buat generasi labala yang sudah melek huruf, terutama mereka yang  sudah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk mengumpulkan serak sejarah dari para penutur.

Sebagai generasi labala, kita harus sadar bahwa isi "perpustakaan-perpustakaan" itu harus secepatnya "difotokopi"  sebelum terbakar (baca: sebelum para penutur koda-kiri atau tukang cerita itu meninggal).

Mungkin hanya ini saja yang bisa goe sumbangkan-sarankan untuk para generasi muda labala yang ingin menyelamatkan sejarah labala sebelum ajal mendahului para penutur koda kiring. Harapan goen, mari kita sama menyingkirkan perasaan merasa paling hebat, merasa suku/klan-nya saja yang paling hebat, dan oleh karena itu merasa paling berhak memonopoli sejarah sehingga tidak sudi atau menganggap sejarah versi suku/klan lain dianggap tidak benar dan tidak valid untuk dijadikan rujukan atau referensi.

Terakhir, semoga niat baik berbagai pihak di Labala untuk mengumpulkan serak sejarah lewotanah dalam sebuah bingkai aksara bisa terwujud sehingga bisa menjadi warisan berharga bagi anak-cucu kita kelak. Amin....(**)

*Saya bukan ahli sejarah. Saya hanyalah pembaca dan penikmat sejarah, dan "sedikit" memiliki kepedulian terhadap sejarah lewotanah Labala. SEKIAN........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar