Wata
Pirin Sina, Wai Mangko Jawa
Oleh Muhammad Baran
Saya teringat sebuah lagu daerah lamaholot. Lagu ini sangat
popular tahun 1990-an. Waktu itu saya
masih kecil. Masih duduk di bangku SD. Meski judul pastinya saya lupa, tapi isi
syairnya meski samar-samar, saya masih ingat. Kalau saya tak salah ingat, lagu
ini dipopulerkan oleh penyanyi asal adonara, Wens Kopong.
Makna dari keseluruhan syair lagu ini
menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat lamaholot terkhusus perempuan
yang ditinggal pergi suami untuk merantau. Dengan bentang alam yang kering
karena curah hujan yang minim, memaksa masyarakat lamaholot terkhusus laki-laki
lamaholot untuk merantau. Mungkin masyarakat lamaholot bisa dikategorokan
perantau yang handal, pejelajah ulung.
Untuk lebih memaknai syair lagu yang
menyentuh ini, berikut saya sertakan
keseluruhan isi lagu ini. Harapan saya, semoga kita bisa menghayati dan
memahami pesan yang disampaikam.
Lera Helen
lodo,
ina Helen woka
kuma.
Tobo weli
luran tukan
ina tobo golek
wato puken
|
Saya teringat masa kecil dulu.
Membayangkan ketika matahari hendak terbenam di balik pundak gunung labalekang.
Apa lagi musim kemarau biasanya langit terlihat lebih cerah. Matahari yang
terbenam biasanya meninggalkan semburat cahaya warna jingga di kaki langit
labala.
Saat-saat seperti ini, inak-inak di
labala, kampong kami sudah mulai pulang dari duli pali (kebun) meski masih
lelah, mereka kebiasaan petu wata (titi jagung) untuk persiapan makan malam.
Umumnya , sebagaimana yang telas saya
ulas pada tulisan sebelumnya, inak-inak di kampong saya tinggal seorang diri dan membesarkan kami
anak-anaknya. Sementara para suaimi pergi merantau ke sabah-malaysia atau di
mana saja. Bukan hanya setahun, dua tahun. Para suami ini merantau sampai
belasan bahkan puluhan tahun.
Maka hangan heran bila inak-inak ata
lamaholot umumnya adalah para perempuan tangguh. Mereka mengambil alih
pekerjaan suami dengan bekerja di kebun, pergi penetan untuk membiayai hidup
dan sekolah anak-anaknya. Mereka bahkan menjaga kesetiaannya kepada sang suami
dengan tetap menunggu dan menunggu.
Tobo taan nani
louk,
louk lebo wato
lolon.
Peten susah
lango gere,
nolo keso noi
hala.
|
Inilah gambaran betapa kehidupan
perempuan lamaholot umumnya, terkhusus perempuan labala, kampong halaman saya.
Kehidupan yang sangat keras. Alam lamaholot mengajarkan kepada inak-inak kami
untuk menjadimanusia tegar. Pantang menyerah pada keadaan deni kelangsungan
hidup nuba-naranya. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar