Jodoh
Sampe Hala Hae…
Oleh Muhammad Baran
Nuba
kame ata medon
Timedo-medo,
ata mete hulen lile..
Nara
kame ata susah
Tisusah-susah, onek mete noi denga
|
Sebagaimana yang telah saya singgung
pada tulisan sebelumnya, karakter dan watak perempuan lamaholot umumnya
dibentuk oleh aturan adat yang menuntut para perempuan untuk mengabdi kepada laki-laki (suami)
Kepatuhan yang nyaris total terhadap
adat yang cenderung memarginalkan peran perempuan inilah sehingga dalam hal
pengambilan keputusan dan kebijakan, perempuan lamaholot nyaris tak punya andil. Perempuan hanya berperan di
balik layar terutama mengurus keluarga,
merawat dan membesarkan anak, serta
mengatur urusan dapur bila ada hajatan
adat.
Sesuai aturan adat, setelah dipingit dan
menikah, kehidupan perempuan lamaholot terlepas dari ikatan keluarganya. Maksud
saya, segala hal yang menyangkut tanggung jawab kehidupan perempuan, pihak
keluarga tak lagi memiliki kuasa
melakukan interfensi atau campur tangan.
Perempuan lamaholot kini sudah menjadi milik keluarga suami, dan masuk
menjadi anggota keluarga baru suku atau
klan suaminya.
Gaku
liman sedon, mete pana mai
tiwan leik tepelea….
Towa
leik barek, mete gawe mai
Walen
lima tewelekot…
|
Praktis keluarga perempuan berlepas
tangan dan menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab anak perempuannya kepada suami dan keluarga suami. Keluarga
perempuan hanya boleh campur tangan
mengurus anaknya bila terjadi pelanggaran janji adat atau kesepakatan adat oleh
pihak laki-laki mengenai belis/weli (maskawin) atau bila terjadi kekerasan fisik kepada
perempuan yang melampaui batas yang dilakukan suaminya.
Di sini, keluarga perempuan lamaholot
melakukan tuntutan adat atau terpaksa turun tangan menyelesaikan masalah anak perempuannya.
Selain dari persoalan itu, praktis tak
lagi ada wewenang atau otoritas bagi
keluarga perempuan mencampuri kehidupan
keluarga putrinya.
Umumnya perempuan lamaholot kawin dengan
laki-laki pilihan orangtuanya. Lebih tepatnya , perempuan lamaholot dijodohkan.
Mereka nyaris tak punya pilihan sendiri untuk menentukan pilihan menikah dengan
laki-laki mana yang disukainya.
Remaka
dako ata suku bela
onek sena tegerenga….
Turu
tali ata riansare
Aek
geka teberewo…
|
Sesuai aturan adat, selama para
perempuan lamaholot belum bersuami, mereka sepenuhnya berada dalam tanggung
jawab orangtua. Maka orangtualah yang paling berwewenang penuh mengatur
kehidupan anak perempuannya, termasuk dengan laki-laki mana yang pantas untuk
dijodihkan dengan sang anak.
Ini kedengarannya seperti kisah cinta
siti nurbaya, namun inilah kenyataan yang harus diterima perempuan lamaholot.
Suka atau tidak. Bahkan nyaris dalam tata laksana adat, perempuan hanya memiliki kapasitas sebagai
pelayan atau pelaksana kebijakan adat.
Mereka tidak memiliki wewenang
memutuskan kebijakan adat yang memang menjadi monopoli kaum lelaki.
Peten
hala, maan wure bura
Kiden
rae tewerekot uma tukan
Sama
wato miten lango tukan
Sudi
hala. Maan bene-bene
Tudak
lau teberenga lango onek
Helon
wura bura watan lolon. (**)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar