Elle
Pito, Rapen Lema
Oleh Muhammad baran
Ina…
Puken elle tepelate,
Elle
nete kolali duli lubun tukan
Ina…
Geni
rapen tegelara,
Rapen
bawa kolali pali wolon lolo
|
Sebenarnya eksistensi dan peran
perempuan lamaholot sangat sugnifikan dalam kehidupan social-budaya orang
lamaholot. Namun eksistensi ini seakan kalah pamor dengan eksistensi para
lelaki yang memang lebih dominan memiliki kuasa dalam adat dan tradisi yang
patrilinear. Seakan ketika para
perempuan ini menjalankan perannya dalam tata laksana adat dan kehidupan
keluarga, itu hanyalah semata kewajiban yang tak pantas diganjar dengan harga
yang setimpal. Ini sebuah ironi kalau enggan mengatakan petaka.
Meski kenyataannya beban tugas perempuan
lamaholot umumnya melebihi kadar kemampuannya sebagai seorang ibu atau
perempuan, namun dalam tradisi adat lamaholot, penghargaan tetap diberikan lebih kepada para lelaki
sebagai pemangku kebijakan. Sesuatu yang paradoks memang. Tapi inilah realita kehidupan
yang mesti diterima sebagai sebuah perjalanan sejarah manusia.
Meski terjadi semacam ketimpangan dan
ketidakadilan, namun para perempuan lamaholot yang tangguh ini sama sekali tak
menuntut atau mengharap sebuah penghargaan, apa lagi sekadar pengakuan. Bagi
mereka, pengabdian tulus kepada suami
dan pengorbanan untuk putra-putrinya merupakan kewajiban nomor satu.
Keutuhan rumah tangganya adalah perioritas utama dalam hidupnya. Mereka akan
menemukan kepuasan batin tersendiri manakala berhasil menjalankan pengabdian
tersebut. Tak peduli meski pengabdian yang telah mereka persembahkan kerap tak
mendapat apresiasi atau penghargaan yang sepantasnya.
Bagi saya, para perempuan lamaholot
merupakan potret langka kesetiaan dan pengabdian yang nyaris total. Pengabdian
tanpa menuntut imbalan. Pengabdian yang semata-mata karena panggilan nurani
untuk menjalankan kewajiban sebagai istri bagi suaminya, dan ibu bagi
putra-putrinya. Kemuliaan memang hanyalah milik mereka yang berkorban untuk
kebahagiaan orang yang di cintai. Dan kemuliaan ini pantas diberikan kepada
para perempuan lamaholot ini.
Kesetiaan dan pengorbanan perempuan
lamaholot ini mungkin sulit dicari tandingannya di manapun saat ini. Maka
alangkah naifnya bila peran atau kontribusi yang telah mereka berikan tak mendapat ruang apresiasi dan penghargaan
setimpal di hati sanubari putra-putri dan generasi lamaholot. Meski sekali lagi,
mereka tak pernah meminta apresiasi itu.
Ina..
tani kaan louk gohuk
Ina
.. hutan kaan ranet labot…..
|
Sebagai generasi muda, saya hanya bisa
berharap, nilai-nilai positif yang lekat pada sosok kewae (istri) atau inak
(ibu) atau berwae (Perempuan)
lamaholot ini, meski tak semuanya, paling tidak sedikit menjadi teladan hidup
dan diwariskan kepada generasi muda, terkhusus para perempuan di zaman
sekarang. Ketulusan pengabdian para inak-inak
ini bukanlah pengabdian buta, namun melalui
kesadaran nurani yang mendalam bahwa keutuhan dan harmoni sangat dibutuhkan untuk
melanggengkan sebuah ikatan keluarga dan rumah tangga masyarakat lamaholot.
Saya pun yakin, selama para perempuan
lamaholot mengambil peran sebagai penyeimbang di tengah gejolak kehidupan yang
sarat uji dan coba ini, baik kehidupan rumah tangga, masyarakat, dan bangsa,
maka keseimbangan hidup akan terus lestari dan terjaga. Namun bila sebaliknya yang terjadi, maka akan
terjadi banyak kekacauan hidup lantaran para perempuan menanggalkan fungsi sentralnya sebagai penyeimbang kehidupan.
Ketika para lelaki yang memiliki
kecenderungan egoisme dalam memanajemen kehidupan, maka kita butuh para
perempuan untuk menjadi penawar asinnya egoisme para lelaki itu. Dan peran
penting itu telah dijalankan oleh para perempuan lamaholot. Terkadang, untuk
mewujudkan cita-cita keserasian dan keseimbangan hidup, maka pengorbanan dan
pengabdian seperti yang diperankan oleh para perempuan lamaholot, sangat
dibutuhkan di tengah kehidupan yang semakin jauh dari nilai kesetiaan,
pengorbanan dan dedikasi yang tulus.
Ina..
pana peken di kenei
Ina..
gawe lupak di bedela… (**)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar