Sayang
Go Binek e….
Oleh Muhammad Baran
Sayang
go binek e…
Lodo
pana dore mai
Welin
bala rua, rae raan ro kae
|
pada kesempatan ini, meski sangat
terbatas, izinkan saya sedikit mengulas tentang peran perempuan
lamaholot, khususnya perempuan labala, kampung halaman saya. Peran yang saya
maksudkan di sini adalah peran dalam kultur social budaya dan adat istiadat
sebagai masyarakat lamaholot.
Di sini saya hanya membahas eksistensi
dan peran perempuan lamaholot saat
menjelang dan dan setelah pernikahannya dengan laki-laki yang
kelak menjadi suaminya, dan mengemban tugas sebagai ibu dari anak-anaknya.
Umumnya perempuan lamaholot, termasuk
perempuan labala, sebelum berkeluarga, setiap keluarga sudah membekali anak
perempuannya dengan keterampilan sebagai seorang perempuan. Keterampilan ini
diharapkan menjadi bekal ketika kelak anak perempuan menjadi ibu rumah tangga
dalam keluarga suami.
Pai
tite hama-hama
soka sele mura rame
Nawo
bine tite, maso suku wuun nae
|
Sebagai mana adat orang lamaholot pada
umumnya anak perempuan yang masih kebarek (gadis) diajarkan keterampilan biho behi (memasak), tane tenane (menenun), ola belo atau mula belo (berkebun), hewi atau
hewing (menganyam) dan beberapa
keterampilan yang menjadi kewajiban seorang perempuan lamaholot sebelum
memasuki jenjang perkawinan..
Pekerjaan dapur yang paling utama yang
diajarkan inak (ibu) kepada kebarek(anak
gadisnya) adalah petu wata (titi
jagung). Ritual petu wata ini
merupakan ritual wajib yang harus dipelajari seorang anak gadis lamaholot.
Selain petu wata, keterampilan wajib lainnya yang dibekalkan inak kepada anak
perempuannya adalah keterampilan tane
tenane (menenun/tenun ikat). Untuk mahir menenun, Perempuan lamaholot
terlebih dahulu menguasai keterempilan dasar dalam proses menenun. Keterempilan
dasar yang dimaksud misalnya, kedu lelu (memintal
benang kapas), setelah benang kapas di
pintal, perempuan lamaholot juga harus terampil hemma tou yaitu keterampilan mewarnai benang yang telah dipintal.
Sistem pewarnaan benang tenun
menggunakan bahan alami berupa kelore (kulit akar mengkudu), apu (kapur sirih), tou (sejenis daun tumbuhan sebagai pewarna). Ketiga bahan dasar ini
dihaluskan kemudian dicampur dengan air dan disimpan dalam keluba (belanga/periuk tanah) yang berisi benang yang sudah di
pintal. Proses selanjutnya adalah mendiamkan benang tenun yang telah dicampur
pewarna tersebut selama dua sampai tiga hari untuk memastikan pewarna merata
dan benar-benar larut dengan benang.
Hasil dari keterampilan menenun adalah kewatek (sarung adat perempuan) dan Nowing (sarung adat laki-laki). Kedua
keterampilan utama yaitu petu wata dan tane tenane ini merupakan syarat mutlak dikuasai sebelum seorang anak perempuan
memasuki tahap atau jenjang kehidupan berkeluarga.
|
Anak perempuan orang lamaholot juga
sejak dini diajarkan untuk pintar ola
belo atau mula belo duli-pali (bercocok
tanam) di kebun. Keterampilan bercocok tanam ini sangat penting mengingat ini
merupakan salah satu pekerjaan pokok perempuan lamaholot yang umumnya di
tinggal pergi kelake (suami) ketika
merantau.
Begitu juga, anak perempuan lamaholot
harus bisa hewi atau hewing (menganyam). Umumnya keterampilan
menganyam ini akan menghasilkan aneka kerajinan tangan seperti tikar sebagai
alas tidur, penampih untuk menampih beras padi atau beras jagung, dan aneka mawa (Baskom) atau tempat yang digunakan
untuk menyimpan hasil panen atau benih dalam jangka waktu yang panjang. Keterampilan
lain yang juga dikuasai perempuan lamaholot adalah menganyam kote wili (kotak gendong) dan wajak yang berfungsi untuk menyimpan wua-malu (sirih-pinang) saat pesta
pelaksanaan adat atau acara kematian. Perempuan lamaholot memiliki kebiasaan
mengunyah sirih. Semua kerajinan anyaman ini menggunakan bahan dasar koli lolon (daun lontar) atau pede
lolon (daun pandan) yang sudah dikeringkan.
Demikianlah beberapa keterampilan dasar
yang harus dikuasai oleh perempuan lamaholot sebelum mengarungi bahtera
kehidupan bersama suami dan keluarga besar suku atau klan suami. Bila
keterempilan dasar ini tidak dikuasai maka kemungkinan perempuan akan kewalahan
dalam mengurus kehidupan rumah tangganya.
Pana
gawe maan sare
Hukut
kame naam ia…
Tobo
napun bala, binek goe retero kae.. (**)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar