griffin - DeviantArt www.deviantart.com |
Gretep adalah nama burung mitos (sejenis burung
elang/rajawali/garuda) yg mencengram benang kapas (kedu-lelu) milik
putri/saudari perempuan Raja Mayeli (Raja Labala pertama dari LEPAN-BATAN)*.
Burung gretep inilah yang menjadi penuntun perjalanan
Raja Mayeli bersama rakyatnya dalam perjalanan berlayar dari LEPAN-BATAN hingga
berlabuh di pantai Tanjung Lewonuba (sekarang Labala-Leworaja-Lembata-NTT).
LEPAN-BATAN dalam kisah sejarah Orang Labalah adalah
nama daratan atau benua yang hilang atau tenggelam karena peristiwa bencana
dahsyat air bah atau tsunami yang terjadi pada jaman dahulu kala. Bencana
dahsyat inilah yang menyebabkan eksodus massal penduduk benua tersebut untuk
melakukan perjalanan, berlayar mencari tempat tinggal baru. Cerita air bah dan
tenggelamnya benua atau daratan ini memiliki kesamaan dengan cerita banjir air
bah pada jaman Nabi Nuh AS.
Tulisan ini hanya fokus pada cerita perjalanan Raja
Mayeli dengan burung mitos yang disebut Gretep (elang/rajawali/garuda). Kata
"gretep", bila ditelusuri dalam Bahasa Labala, berasal dari kata Gipe
(menjepit dengan kuat), gripe (jalanan/jalur yang sempit/mencekik sehingga
susah dilalui), grape= Robek/koyak karena
cengkraman/tarikan/renggutan/genggaman yang sangat kuat...
Dalam banyak kisah mitos sejarah asal-usul di
berbagai negara, digambarkan bahwa burung dengan ciri khas mencengkram,
merenggut, mencekik dengan cakarnya yang kuat dan kokoh adalah burung
elang/rajawali, yang dalam banyak mitos disebut burung garuda (Misalnya cerita
tokoh wisnu/erlangga/angling dharma yang mengendarai burung garuda).
Itulah mengapa diberbagai negara seperti di
indonesia misalnya, burung rajawali/garuda dijadikan lambang negara. Ada juga
organisasi yang menjadikan burubg rajawali/garudasebagai logo organisasi karena
burung rajawali/garuda ini merupakan representasi dari kekuatan, ketangguhan
atau keperkasaan.
Di sisi yang lain, seperti di Labala misalnya,
burung gretep (elang/rajawali/garuda) ini diyakini sebagai penuntun,
pembimbing, pengarah dalam perjalanan menuju tujuan akhir atau menuju cita-cita
tertinggi. Ini digambarkan dalam cerita perjalanan Raja Mayeli menuju atau
mencari tempat baru yang dituntun atau dibimbing oleh burung gretep ini.
Saya teringat kisah dalam sebuah buku hikayat yang
dalam terjemahan bahasa indonesia berjudul "Musyawarah Para Burung"
atau "Parlemen Burung". Buku ini adalah karya sastra klasik sufistik
yang ditulis oleh seorang Ulama Sufi yang bernama, Fariduddin Al-Attar. Dalam
hikayat sufistik ini, diceritakan perjalanan segerombolan burung yang dipimpin
oleh seekor burung sebagai pemimpin dan penuntun perjalanan. Pemimpin para
burung ini bernama Burung Hud-hud (nama burung yang di ambil dari kisah Nabi Sulaiman
AS dan Ratu Balgis).
Dalam hikayat sufi ini diceritakan, gerombolan
burung yang dipimpin atau dibimbing oleh Burung Hud-hud ini, melakukan
perjalanan panjang melintasi tujuh lembah penderitaan dan tujuh lembah
kesenangan yang merupakan batu ujian untuk bisa sampai ke istanah Burung Simurg
(Raja Burung). Cerita dalam hikayat ini sejatinya adalah gambaran perjalanan
spiritual (ruhani/batin) manusia menuju Tuhan.
Hikayat 'Musyawarah Para Burung" ini, meski
hanya sekadar cerita pembimbing spiritual sufistik, namun sedikit banyak
memiliki kesamaan makna dengan kisah sejarah perjalanan Raja Mayeli yang
dibimbing oleh Burung Gretep.
Sedangkan untuk kata rajawali, dalam konteks sejarah
Orang Labala bisa dimaknai sebagai; "Raja" dan "wali" yang
berarti pendamping atau penuntun raja dalam perjalanan pelayaran. Kita mengenal
istilah wali kelas (pendamping siswa dalam kelas), wali murid
(orangtua/pembimbing murid), wali kota/wali negeri (pejabat yang menjadi wakil/pemimpin
masyarakat).
Cerita burung Gretep ini mengingatkan saya pada
cerita mitos tentang makhluk Griffin, yang dalam banyak gambar terlihat menyerupai
burung elang/rajawali/garuda namun berbadan singa yang kekar. Hal yang unik
adalah, entah kebetulan atau memang ada keterkaitan sejarah, kata
"Griffin" dalam Bahasa Eropa Latin memiliki kesamaan arti dan makna
dengan kata "Gretep" dalam Bahasa Lamaholot Labala. Kata griffin dari
bahasa latin berasal dari kata "grip" artinya mencengkram, grab
artinya merenggut atau merampas, "gripe" artinya memegang kuat-kuat
atau menggenggam erat-erat.
Sekali lagi, entah kebetulan atau tidak, kedua kata
ini; Griffin (bahasa latin) dan Gretep (Bahasa Labala) nyaris memiliki
persamaan arti dan makna yang mungkin saja memiliki hubungan sejarah yang
misterius tentang mitos burung garuda.
Selain itu, makhluk Griffin ini dalam banyak hikayat
dikaitkan dengan malaikat. Makhluk gaib yang diutus Tuhan untuk menjadi
pembimbing atau penuntun bagi manusia yang berbuat kebajikan, atau sebaliknya
bertugas sebagai pemberi hukuman kepada manusia yang berbuat kejahatan.
Kombinasi antara sifat tegas (mencengkram) dan sifat lembut (membimbing/menuntun)
ada pada kisah burung gretep yang mencengram benang kapas dan menjadi penuntun
Raja Mayeli selama dalam perjalanan pelayaran mencari tempat baru.
Demikianlah sekelumit tulisan yang saya persembahkan
ini. Meski apa yang saya tulis ini barangkali bukanlah sebuah fakta kebenaran
yang final, namun semoga apa yang telah saya paparkan di atas, bisa menjadi
bahan bagi para pembaca untuk mengulik aneka cerita yang melatari keyakinan
akan mitos cerita asal Burung Garuda, yang oleh para pendiri bangsa dijadikan
lambang Negara Repubik Indonesia yang tercinta ini. Salam. (**)
~AtaLabala~
-----------------------------------------------------------------------=====
Catatan:
LEPAN-BATAN, dalam penuturan sejarah orang Labala,
adalah tempat yang diyakini sebagai "Nuha=benua" yang berarti benua
atau daratan yang hilang karena tenggelam pada peristiwa air bah atau tsunami
dahsyat pada jaman dahulu kala. Bencana air bah inilah yang menyebabkan Raja
Mayeli (Yang kemudian menjadi Raja Labala pertama) bersama rakyatnya melakukan
perjalanan dengan berlayar menggunakan tena (perahu layar). Cerita yang mirip
dengan kisah bahtera Nabi Nuh As ini diceritakan oleh nenek moyang Orang Labala
secara oral (lisan) turun temurun dari generasi tempo doeloe yang hidup entah berapa
puluh ribu tahun silam...(**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar