Ular
Naga Menurut Perspektif Al-Quran
Harus diketahui, menciptakan manusia dari tiada,
membentuknya dan meniupkan padanya dari ruh-Nya, dan mengokohkan alam semesta,
juga segenap keajaiban yang terkandung di dalamnya, adalah yang Maha Kuasa
juga yang menciptakan luar angkasa dan
makhluk yang ada di dalamnya.
Al-Quran juga telah menunjukkan adanya makhluk-makhluk yang tidak diketahui manusia di masa kenabian (Muhammad SAW). Demikian juga menunjukkan peran dari penemuan ilmiah, bahwa setiap berita akan ada waktu kemunculannya (pembuktiannya), sepanjang manusia berusaha tetap memanfaatkan potensi akal yang dimiliki untuk membuktikannya (mencari, menelusuri dan menemukannya).
"Dan
Dia (Allah) telah menciptakan kuda, bagal, keledai agar kamu menungganginya
(dan menjadikannya perhiasan). Dan Allah juga menciptakan apa yang kamu tidak
mengetahuinya." (QS. An-Nahl: 8)
Keyakinan kepada hal-hal yang tak terjangkau (yang
belum dipahami akal) manusia, yang dalam istilah al-quran di sebut dengan hal
yang gaib (malaikat, jin, iblis, makhluk luar angkasa, termasuk hari
pembalasan, dll) adalah salah satu sendi
keimanan (Rukun Iman) dalam Islam.
Kita sering mendengar, membaca berita/cerita tentang
penampakan hal-hal gaib atau fenomena alam yang terjadi diluar jangkauan
nalar/logika manusia. Sayangnya, hanya karena tak terjangkau atau tak terpahami
oleh logika, maka kadang dengan angkuh dan sombongnnya kita menganggap semua
berita/cerita itu hanya sekadar mitos/tahayul/legena/dongeng semata, tanpa mau
berikhtiar menelusuri jejak sejarah atau jalan cerita yang sebenarnya.
Lagi pula, sesuatu yang dianggap gaib belum tentu
tak ada. Sesuatu yang dianggap cerita mitos, tahayul, legenda, dongeng dsb,
belum tentu berarti cerita itu tak pernah terjadi. Kendalanya hanya ada pada
keterbatasan kemampuan akal manusia yang belum mampu menguaknya. Sesuatu yang
gaib adalah sesuatu yang misteri, sesuatu yang masih menjadi rahasia, sesuatu
yang masih ditabiri. Dan tabir utama
yang menjadi penghalang itu adalah keterbatasan pengetahuan kita sebagai
manusia.
Pada tulisan ini saya hanya akan sedikit membahas
tentang adanya isyarat dalam al-Quran yang menjelaskan kemungkinan adanya
kehidupan makhluk berupa hewan melata (ular, kadal dsb) yang bila ditelusuri,
sedikit banyak membantu menguak misteri akan keberadaan makhluk berupa hewan
melata yang selama ini hanya dianggap cerita mitos/tahayul/legenda/dongeng.
Makhluk berupa hewan melata yang saya maksud adalah ular naga yang hingga kini
menjadi tradisi mistis dalam adat dan budaya Orang Labala.
Berikut saya mengutip beberapa ayat dalam al-quran
yang menjadi signal/isyarat keberadaan makhluk yang diiptakan Allah SWT dari
jenis hewan melata yang kita tidak/kita belum mengetahui dan memahaminya.
Misalnya dalam al-quran diisyaratkan kemungkinan adanya kehidupan makhluk
diluar angkasa dan di bumi (entah sejenis manusia, jin atau hewan melata dll.).
"Diantara
tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan langit dan bumi, dan makhluk-makhluk yang
melata yang disebarkan pada keduanya (langit dan bumi) dan Dia Maha Kuasa
mengumpulkan semuanya apabila dikehendakiNya." (QS. Asy-syura: 29)
Kata "makhluk yang melata" yang dalam teks
asli al-quran disebut dengan
"dabbah". Oleh sebagian ulama menerjemahkannya dengan
"makhluk melata", yaitu makhluk yang berjalan atau bergerak berpindah
tempat dengan tidak menggunakan kaki atau tangan atau sayap. Dalam pengertian
umum, binatang yang punya ciri melata yaitu berjalan/berpindah dengan perut
atau otot perutnya adalah ular.
Kata "dabbah" dalam al-quran memiliki
kemiripan dengan kata "Deppa"
dalam bahasa Lamaholot Labala yang juga memiliki arti yang sama yaitu
bergerak atau berjalan dengan perut atau melatah ditanah. Dari kata
"Deppa" dalam bahasa Labala, kemudian terbentuk kata
"Geppa" yang digunakan untuk nama binatang seperti kemodo/biawak yang
bila berjalan terlihat seperti melata dengan menyeret perut di tanah. Selain
itu, dalam banyak anggapan, komodo/biawak biasa disebut juga dengan naga darat.
Kata lain yang bersinonim dengan kata
"Deppa" dalam bahasa labala adalah "doro" yang berarti
melatah dipohon. Tapi kata deppa dan doro umumnya digunakan untuk aktifitas
berpindah tempat atau bertumbuh pada binatang dan tumbuhan yang melata di tanah
atau di pohon seperti ular atau seperti hura jawa (ketela rambat) dimu
(semangka/mentimun) dll
Dalam al-quran juga ditegaskan bahwa, makhluk melata
yang disebut dengan "dabbah' (ular) ini tak hanya berada dan hidup di
bumi, tapi juga berada dan hidup di pelanet/galaksi/alam lain di langit.
"Dan
kepada Allah sajalah bersujud segala makhluk melata yang berada di langit dan semua makhluk melata
yang ada di bumi dan juga para malaikat. Sedangkan mereka (malaikat) tidak
menyombongkan diri." (QS. An-Nahl: 49)
Dengan isyarat ayat seperti di atas, maka sebagian
ulama mengatakan bahwa tak ada salahnya penjelasan ayat al-quran di atas
menjadi isyarat bahwa ada wujud kehidupan alam lain yang memiliki makhluk yang
barangkali juga memiliki kemiripan dengan kehidupan di bumi tempat kita hidup.
Tak bisa dipungkiri, kitab suci tiada lain hanyalah
kitab pedoman yang menuntun manusia untuk memahami dan memaknai kebesaran dan
kekuasaan Sang Pencipta. Kitab suci bukanlah seperti buku ilmiah yang
menjelaskan secara terperinci fenomena dan nomena semesta, namun kitab suci
juga mengandung signal/isyarat ilmiah yang
bisa dijadikan dasar mencari dan menemukan kebebenaran yang masih
ditutup kabut misteri.
Ular
Naga Dalam Tradisi Mistis Orang Labala
(Ular Naga Adalah Simbol Air dan Siklus Kehidupan)
(Ular Naga Adalah Simbol Air dan Siklus Kehidupan)
Sebagai Orang Labala, saya tak asing dengan cerita ular
naga. Tak hanya berupa cerita yang banyak orang menganggapnya sekadar mitos,
namun juga ular naga dalam cerita sejarah, adalah penyebab utama pelarian Orang
Labala dari Lepan-Batan. Selain itu, ritual adat yang berhubungan dengan ular
naga yang dilakukan oleh Orang Labala, menjadi alasan mengapa mitos tentang
ular naga ini tak asing bagi saya.
Bila ditelusuri dari
jalan ceritanya dan diamati dari upacara adat berupa ritual Pao Oma (pao=
memberi/membujuk/memberi makan, Oma/ume= jatah/bagian) yang di lakukan Orang
Labala, Ular Naga tak lain adalah simbol yang merupakan unsur penting kehidupan
yang sangat lekat dengan kehidupan manusia. Simbol yang saya maksudkan adalah
Air. Air adalah salah satu unsur terpenting yang juga menjadi salah satu
kebutuhan pokok manusia. Bahkan menurut kajian ilmu pengetahuan, air disinyalir
sebagai asal mula kehidupan semua makhluk.
Di Labala, hampir semua
seremonial adat berhubungan dengan air; air sungai, air laut dan air hujan. Di
sungai misalnya, sepanjang aliran sungai, mulai dari wai mata (sumber mata air)
sampai wai lei (muara sungai). Begitupun di laut, Orang Labala memiliki
seremoni adat tula re (berdamai dengan laut). Bahkan di Labala pun Orang Labala
memiliki seremoni adat teppa bala (memanggil hujan) bila terjadi kemarau
berkepanjangan sehingga terancam gaga panen.
Dilihat dari berbagai
seremonial adat yang dilakukan Orang Labala, bila dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan, upacara seremonial adat ini menggambarkan siklus perjalanan air
sebagai sumber kehidupan. Dalam ilmu pengetahuan kita mengenal istilah siklus
air, dimana air laut (hari lewa/tula ree) sebagai sumber air utama menguap
karena panas matahari (sumber energi keilahian/ketuhanan) kemudian menjadi uap/awan.
Selanjutnya, awan mendung yang mengandung titik-titik air kemudian jatuh
sebagai hujan (teppa bala), lalu hujan yang turun kebumi membentuk mata air
(wai mata), kemudian mata air mengalir menjadi sungai menuju muara (wai lei/pao
oma) dan kembali lagi ke laut (hari lewa/tula ree).
Dari sedikit
penggambaran di atas, maka dapat kita pahami, bahwa kepercayaan akan ular naga
sebagai simbol air, merupakan sebua upaya manusia menjalin keselarasan hidup dengan
alam yang memberinya kehidupan. Bukankah terjadinya aneka mala dan bencana
akibat dari ulah manusia yang seenaknya saja memperlakukan alam?
Sebagaimana yang
disinyalir dalam Kitab Suci al-Quran:
“Telah
nampak kerusakan (bencana) di darat dan di laut akibat ulah tangn-tangan
manusia, agar Allah merasakan kepada mereka akibat dari perbuatannya itu dan agar
mereka mau kembali (sadar)”
Naga
Bumi-Naga Langit; Simbol Keseimbangan Kosmis
(Naga Langit; Simbol Alam
Ilahiah/Alam Malakut/Alam Gaib. Naga Bumi; Simbol Alam Semesta/Alam
Makhluk/Alam Nyata)
Sebagaimana hukum alam
(sunnatullah), segala sesuatu diciptakan Tuhan selalu berpasangan. Langit dan
bumi adalah pasangan telur kosmis, sumber keyakinan Orang Lamaholot terkhusus Orang
Labala, yang meyakini kuasa Lera-wulan Tanah Ekan (Tuhan Sang Pemilik Langit
dan Bumi). Dari pasangan kosmis keilahian (Langit dan Bumi), selanjutnya
terbentuklah pasangan kosmis kemanusiaan (makhluk) yaitu keblake-keberwae
(laki-laki dan perempuan) atau manusia yang oleh Tuhan diberi amanah menjadi
khalifah (penghubung kosmis keilahian dengan kosmis alam semesta) beserta
segala hal lain di alam raya yang juga tercipta berpasang-pasangan.
Pasangan adalah
gambaran kesetimbangan/keseimbangan. Pasangan juga adalah simbol eksistensi/keberlangsungan
hidup.Tak akan ada keteraturan/keseimbangan bila segala sesuatu tak tercipta
berpasangan. Kelestarian manusia akan tetap terjaga bila manusia tercipta dari
pasangan lelaki dan perempuan. Lampu bahlon tak akan menyala bila tak ada aliran
energi positif dan negatif dan masih banyak contoh keseimbangan kosmis lainnya.
Kita menyebut
keseimbangan/ keselarasan dengan keadilan. Itulah mengapa Tuhan dikatakan Maha
Seimbang (al-Adil) tak memihak karena Tuhan tak punya kepentingan-apa-apa dari
makhluknya. Tuhan juga disebut Maha Bijaksana (al-Hakim) selalu memberi jalan
keluar untuk mengoreksi dan memperbaiki kesalahan/dosa hamba-Nya.
Adil adalah gambaran
ketegasan hukum, sedangkan bijaksana adalah gambaran pengampunan/pemaafan/kasih
sayang. Keadilan dan kebijaksanaan ini, dalam khasanah tradisi dan budaya,
Orang Lamaholot menyebutnya dengan Keniki-Pelatin dan geleten-gelaran.
Ungkapan Keniki-Pelatin
dan Geleten-Gelaran adalah gambaran keseimbangan kosmis kehidupan.
Keniki-Pelatin dan Geleten-Gelaran juga adalah perwakilan dari sifat kosmis
keilahian/ketuhanan dan sifat kosmis alam/makhluk. Secara bahasa, keniki-pelatin
artinya panas atau pedis sebagai simbol ketegasan/keadilan. Sedangkan
Geleten-Geelaran artinya dingin atau sejuk sebagai simbol pengampunan/pemaafan/kasih
sayang.
Bila ditelusuri lebih
mendalam, ungkapan keniki-pelatin dan geleten-gelaran berakar dari keyakinan
Orang Lamaholot akan Koda-Kiri. Koda sebagai sabda (kebenaran), kiri sebagai
firman (kesucian). Koda-Kiri adalah
Kalam/Kata-kata/Sabda/Firman dari Lera-wulan Tanah-Ekan (Tuhan/Allah SWT).
Koda-kiri diyakini sebagai asal muasal dari asbab penciptaan alam semesta
(langit dan bumi beserta isinya, termasuk manusia). Yang dalam istilah agama
islam dikenal dengan, Kun, Fayakuun (Jadilah!
Maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya)
Koda-kiri adalah
keseimbangan yang pantang/tabu untuk dilanggar apalagi diabaikan. Bila dijalani
dengan benar menurut tujuan penciptaan, maka akan tercipta
keseimbangan/keselarasan (kedamaian) kosmis. Namun bila dilanggar atau
diabaikan, maka yang terjadi adalah ketidaseimbangan/kekacauan (bencana)
kosmis.
Dari keyakinan akan
koda-kiri ini kemudian melahirkan filosofi (kearifan) Koda keniki-pelatin
sili-lia mean, Kiri geleten-gelaran keru-baki buran. Bahwa kebenaran koda-kiri
(kata/kalam/firman) adalah sesuatu yang sakral. Pelanggaran terhadap kebenaran
koda-kiri akan menyebabkan nalan (dosa), nedin (bencana), elan/elen
(kesalahan), milan (tercemar/kekotoran), dan haban (tersesat). Oleh karena itu,
nalan/nedin/elen/milan/haban hanya bisa terampuni/termaafkan/tersucikan apabila
manusia mau menyadari kesalahannya dan melakukan pertaubantan/penyucian/permaafan
yang dalam istilah adat Orang Lamaholot disebut huku/hoko mehi (pemulihan darah)
untuk kembali berdamai dengan Lera wulan-Tanah Ekan (Tuhan Sang Pencipta)
Filosofi Koda
keniki-pelatin sili lia mean dan Kiri geleten-gelaran keru baki buran ini
kemudian menjadi pedoman/pegangan dalam setiap aktifitas kehidupan sehari-hari
Orang Lamaholot, termasuk di Labala yang diwujudkan dengan ritual adat Pao Oma dan Tula Ree yang disimbolkan
dengan ular naga langit dan ular naga bumi. Ular naga langit sebagai perwakilan
kosmos keilahian/alam malakut/alam gaib, sedangkan ular naga bumi sebagai
perwakilan kosmos alam semesta/alam makhluk/alam nyata. Lebih dari pada itu,
ritual pao oma dan tula
ree merupakan ikhtiar manusia untuk berdamai dengan alam agar tercipta
keseimbangan.
Manusia, dengan potensi
lahir dan batin, akal dan nurani yang dikaruniakan Tuhan, dipilih oleh-Nya
untuk mengemban amanat suci sebagai Khalifah (wakil Tuhan di bumi) untuk
menjadi pemimpin, menjadi pengayom dan penjaga keseimbangan kosmos, menjadi
penghubung langit dan bumi, yang diaplikasikan dengan menjalin hubungan baik
dengan Tuhan dan menjalin hubungan baik dengan sesama dan alam semesta. Dengan
demikian, maka akan tercipta tatanan kehidupan yang rahmatan lil alamin yaitu kehidupan seimbang yang menjadi penyebab
rahmamat/kasih sayang Tuhan selalu menyertai.
Keyakinan akan
keseimbangan kosmos yang disimbolkan dengan ular naga sebagai air kehidupan dan
sebagai keseimbangan kosmis antara kosmis keilahian (ketuhanan/gaib) dengan
kosmis kemakhlukkan sebagai ciptaan, senantiasa menjadi kearifan dan nilai
luhur yang unik bagi orang lamaholot, terkhusus Orang Labala yang tetap
mempertahankan tradisi mistis religius ini. Mengabaikan kearifan leluhur tanpa
didahului dengan perenungan dan kajian mendalam akan makna dibalik
ritual-ritual mistis ini, adalah sebentuk kesombongan iman bagi mereka yang
mengaku beragama dan kecongkakan intektual bagi mereka yang mengaku sebagai
cendekiawan.
Akhirnya, tak semua
adat leluhur dan tradisi nenek-moyang dengan aneka ritual mistisnya harus dicap
sebagai musyrik oleh mereka yang mengaku beragama, atau dianggap mitos oleh
mereka yang mengaku akademisi. Toh segala sesuatu yang dianggap musyrik dan
mitos tak serta merta dicap sebagai kuno, kafir dsb sebelum bisa dibuktikan dengan
hujja (dalil) yang sahih. Menyalahkan tanpa pernah membuktikan kesalahan itu
sendiri adalah sebentuk kemunafikan orang-orang yang mengaku beragama dan
kebodohan intelektual bagi mereka yang mengaku cerdik cendekia. (**)
~AtaLabala~
Catatan: Tulisan ini hanyalah menurut persepsi penulis yang berusaha memaknai adat dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Apa yang penulis sajikan ini bukanlah kebenaran mutlak yang harus juga diyakini oleh pembaca, karena kebenaran mutlah hanyalah milik Tuhan. Jika bermanfaat, silahkan diambil. Bila tak bermanfaat, silahkan diabaikan saja. Wassalam...
Catatan: Tulisan ini hanyalah menurut persepsi penulis yang berusaha memaknai adat dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Apa yang penulis sajikan ini bukanlah kebenaran mutlak yang harus juga diyakini oleh pembaca, karena kebenaran mutlah hanyalah milik Tuhan. Jika bermanfaat, silahkan diambil. Bila tak bermanfaat, silahkan diabaikan saja. Wassalam...
Tulisan ini pernah dimuat di http://www.kompasiana.com/muhammadbaran/ular-naga-perspektif-al-quran-tradisi-mistis-orang-labala_56eec7f3c2afbd6113a6941a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar